Sabtu, 11 Desember 2010

WANITA KARIER DALAM BINGKAI ISLAM (1)

Di tengah hembusan gerakan feminisme, sebagai akibat dari kebutuhan untuk menghidupi keluarga dan semakin meningkatnya keterdidikan kaum perempuan, isu ketidakadilan gender mulai disuarakan di Indonesia sejak 1960-an, isu ini menjadi bagian dari fenomena dan dinamika masyarakat Indonesia yang membuat posisi kaum perempuan semakin membaik.
Dari sinilah kemudian muncul komunitas pekerja perempuan atau yang lebih populer disebut dengan wanita karier. Wanita karier memperluas dunia pengabdiannya, bukan saja di rumah tangga sebagai ibu (peran domestik), tetapi juga di tengah masyarakat dengan berbagai fungsi dan jabatan (peran publik).
Pandangan yang selama ini diawetkan bahwa setinggi-tinggi perempuan sekolah, akhirnya akan ke dapur juga sudah mulai dipersoalkan, bahkan sudah mulai dibongkar. Dapur tidak lagi dipahami dalam arti kerja domestik, seperti memasak, mengasuh anak, dan mengatur rumah tangga serta melayani suami di kasur. Dapur sudah mengalami pergeseran penafsiran dengan memasuki penafsiran metafora, yakni kewajiban membiayai rumah tangga.
Peran laki-laki sebagai kepala rumah tangga sudah pula mulai bergeser. Posisi suami dan istri mulai disetarakan, tidak lagi dalam posisi didominasi dan mendominasi. Karena ternyata dalam konteks wanita karier, banyak fenomena penghasilan istri lebih besar dari penghasilan suami.
Namun fungsi sebagai wanita karier ini ternyata tidak sepi dari persoalan. Persoalan tersebut antara lain adalah tentang pengasuhan anak. Secara emosional anak lebih dekat kepada ibunya, ketimbang kepada ayahnya. Oleh sebab itu ketergantungan anak terhadap ibu sebagai pengasuh, pendidik, serta yang mengawasi perkembangan anak banyak diletakkan pada ibu. Sementara ayah bekerja di luar rumah. Maka bila ibu bekerja di lluar rumah itu berarti perhatian terhadap anak menjadi berkurang.
Oleh sebab itu, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa ibu yang berkarier di luar rumah berpotensi menimbulkan problem dalam pendidikan anak. Intensitas berkomunikasi dengan anak menjadi sangat berkurang. Adalah kenyataan bahwa seoarng anak lebih terbuka kepada teman atau orang lain, tentang masalah-masalah pribadi yang dihadapinya, ketimbang kepada ibunya.
Problem lain adalah kerumahtanggaan. Dengan istri yang berkarier sering diasumsikan akan mengganggu keharmonisan rumah tangga. Meninggalkan rumah karena sibuk bekerja, bisa memicu konflik rumah tangga. Suasana hangat di rumah yang didambakan oleh suami ketika ia pulang dari pekerjaan, akan tidak didapat lagi bila istrinya masih bekerja di luar rumah.
Tidak kalah seriusnya adalah terbukanya potensi tentang munculnya apa yang disebut dengan Pria Idaman Lain (PIL). Walaupun problema ini tidak dapat ditimpakan semata-mata kepada wanita, tetapi akibat sering bertemu di luar rumah, mengadakan meeting dalam rangka bisnis, menjadi sebab yang sangat signifikan akan terjadinya perselingkuhan. Andaikata wanita tidak bekerja di luar rumah tentulah situasi tersebut tidak muncul dan peluang ke arah perselingkuhan tidak akan terjadi.

Definisi Wanita Karier
Wanita karier dan karier wanita masih merupakan tema kontroversi dalam wacana Islam. Wanita karier ialah wanita yang memiliki keahlian, keterampilan, dan profesi khusus di luar kegiatan kerumahtanggaan. Aktivitas mereka lebih banyak bergerak dalam dunia publik. Sedangkan karier wanita adalah konsepsi sosial budaya terhadap pekerjaan dan profesi seorang wanita.
Ketika seorang wanita tampil di arena publik dengan keahlian dan profesi tertentu maka pada saat itu ia dicap sebaagi wanita karier dan sekaligus memberikan perspektif baru pada dunia karier wanita.
Namun demikian tidak semua wanita yang bekerja atau tenaga kerja wanita dapat diklaim sebagai tenaga karier. Karena merka yang hasil karyanya sebatas dapat menghasilkan imbalan keuangan disebut sebagai wanita bekerja, meskipun imbalan tersebut tidak diterima secara langsung.
Secara lebih jelas, wanita karier adalah wanita yang menekuni dan mencintai sesuatu atau beberapa pekerjaan secara penuh dalam waktu yang relatif lama, untuk mencapai sesuatu kemajuan dalam hidup, pekerjaan atau jabatan. Umumnya karier wanita ditempuh oleh wanita di luar rumah, sehingga wanita karier tergolong mereka yang berkiprah di sektor publik. Disamping itu, untuk berkarier berarti harus menekuni profesi tertentu yang membutuhkan kemampuan, kapasitas, dan keahlian dan acap kali hanya bisa diraih dengan persyaratan telah menempuh pendidikan tertentu.

Al-Qur’an dan Hadits tentang Posisi Perempuan
Tema pengangkatan harkat dan martabat kaum wanita ini dikembangkan oleh Rasulullah SAW, berdasarkan ajaran yang beliau terima dari Allah SWT. Banyak ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi yang memberi penekanan akan peran wanita dan kaum laki-laki yang harus seimbang. Tidak ada dominasi yang satu dengan yang lainnya. Kedua-duanya mempunyai kedudukan yang sama. Bahkan ada perbedaan kodrati yang dipunyai oleh laki-laki dan perempuan itu memang benar. Tetapi perbedaan kodrati tidak mesti membawa pada satu mendominasi yang lain.
Al-Qur’an menegaskan bahwa antara laki-laki dengan perempuan terdapat kesetaraan. Tidak ada perbedaan antara keduanyadalam perbuatan. Siapa saja melakukan amal (perbuatan) akan mendapat ganjaran yang setimpal dengan apa yang mereka perbuat. Inilah yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an surat Al-Ahzab (33) ayat 35:

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Jelas sekali terpahami dalam ayat di atas, Islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Siapa saja mendapat ganjaran dari amal perbuatan yang dilakukannya. Tidak ada penempatan yang lebih ataupun penempatan yang kurang dalam posisi itu. keduanya harus saling mendukung. Ini juga yang ditegaskan oleh Allah dalam surat An-Nisa (4) ayat 124:


“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”

Suasana kebersamaan dalam membangun dan menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah tidak menjadi tanggung jawab kaum laki-laki saja. Keduanya mempunyai peran dan fungsi yang sama dan setara. Bahkan al-Qur’an menegaskan bahwa keduanya harus terjalin kerja sama dan saling bantu membantu. Firman Allah dalam surat At-Taubah (9) ayat 71:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Dalam berbagai hadis, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa wanitaitu saudara kandung laki-laki. Setiap muslim harus peduli terhadap pendidikan kaum perempuan. Sabda Beliau: “Barangsiapa yang mengurus satu urusan anak-anak perempuan dan berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya untuk siksaan mereka.”
Hadis juga menjelaskan bahwa terdapat kondisi dimana seorang wanita juga harus mempunyai aktivitas di luar rumah. Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah, ia berkata: “Bibiku ditolak suaminya. Ia bermaksud menanam kormanya di waktu iddah, maka ia dilarang oleh seorang laki-laki keluar dari rumah. Ia datang kepada Nabi Muhammad. Beliau bersabda: Betul, petiklah kormamu sebab barangkali kamu dapat bersedekah dengannya atau berbuat kebaikan .”
Diriwayatkan oleh Al Rabi binti Mua’awwidz, ia berkata: “Kami ikut berperang bersama Rasulullah SAW. Kami menyediakan minuman bagi para prajurit yang terbunuh dan yang terluka ke Madinah”. Juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Ummu Athiyyah Al-Anshory berkata: “Saya ikut berperang bersama Rasulullah sebanyak tujuh kali, saya berada di belakang mereka, emgobati yang terluka dan merawat yang sakit.”
Hadits-hadits tersebut kmemberikan gambaran yang sangat jelas, betapa kaum perempuan semenjak Nabi telah memegang peran publik mereka di tengah masyarakat. Posisi yang setara dan seimbang antara laki-laki dan perempuan dipelihara dan dibangun secara terus menerus oleh Rasulullah SAW. Hal ini bukan hanya dalam doktrin dan ajaran, tetapi juga dalam praktek pelaksanaan di tengah kehidupan sehari-hari.

Peranan dan Fungsi Seorang Wanita
Sejak al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, wanita telah menjadi salah satu wacana penting. Dalam al-Qur’an terdapat dua surat: an-Nisa dan Maryam yang bertajuk wanita dan isinya banyak membicarakan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan wanita. Sepeninggal Nabi SAW, wanita menjadi wacana yang tak pernah selesai. Bahkan perhatian terhadap topik ini melebihi perhatian terhadap tema pria, walaupun antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
Hal ini membuktikan bahwa Islam menaruh perhatian yang besar terhadap wanita dan menjunjung harkat dan martabat seorang wanita.Adapun Peran dan Fungsi wanita dalam perspektif Islam:
1. Wanita sebagai Ibu
Islam memandang dan memposisikan wanita sebagai ibudi tempat yang luhur dan sangat terhormat. Ibu adalah satu di antara dua orang tua yang mempunyai peran sangat penting dalam kehidupan setiap individu. Di tangan ibu-lah setiap individu dibesarkan dengan kasih sayang yang tak terhingga. Ibu, dengan taruhan jiwa raga telah memperjuang kehidupan anaknya, sejak anak masih dalam kandungan, lahir hingga dewasa. Secara tegas al-Qur’an memerintahkan setiap manusia untuk menghayati dan mengapresiasi ibu atas jasa-jasanya dengan berbuat baik kepadanya. Firman Allah dalam Q.S. Luqman : 14 sebagai berikut:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

2. Wanita sebagai Istri
Peran lain wanita dalam kehidupan sehari-hari, adaolah sebagai istri. Suami dan istri adalah sepasang makhluk manusia yang atas dasar cinta kasih suci mengikat diri dalam jalinan nikah. Keduanya saling melengkapi dan saling membutuhkan. Q.S. al-Baqarah : 187 yang artinya :
”....mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka...

Antara suami istri kedekatannya dan fungsinya adalah bagaikan pakaian yang melekat tubuh pemakainya; saling menutupi kekurangan pasangannya dan saling melindungi. Islam memandang perkawinan melalui jalinan pernikahan dalam rangka mensejahterakan manusia serta menjamin kelangsungan hidup manusia melalui reproduksi dan regenerasi dalam sistem yang sehat.

3. Wanita sebagai Pribadi dan Anggota Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang berkumpul dan berinteraksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bersama. Setiap individu membentuk keluarga dan keluarga-keluarga itu merupakan komponen masyarakat. Tidak dapat dielakkan bahwa masyarakat tersebut lebih kurang separuh anggotanya adalah wanita. Dengan demikian, kokoh tidaknya masyarakat dan tercapai tidaknya harapan dan cita-cita masyarakat ditentukan pula oleh wanita. Bahkan, moralitas, sebagai salah salah satu sendi terpenting dalam masyarakat dipahami oleh banyak pihak sebagai sesuatu yang sangat ditentukan oleh wanita. Walaupun ini tidak boleh dipahami bahwa kehidupan masyarakat hanya menjadi tanggung jawab wanita.
Dalam kehidupan bermasyarakat, banyak hal yang menjadi hak dan kewajiban setiap anggotanya. Hak dan kewajiban itu harus dijunjung tinggi oleh setiap anggota dalam kegiatan dan kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an sebagai rujukan prinsip dasar masyarakat Islam menunjukkan bahwa pria dan wanita diciptakan dari satu nafs (living entily), dimana yang satu tidak memiliki keunggulan terhadap yang lain dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Itulah sebabnya Al-Qur’an dianggap memiliki pandangan yang revolusioner terhadap hubungan kemanusiaan, sekaligus memberikan keadilan antara pria dan wanita. Terlebih bila dikaitkan dengan konteks masyarakat pra Islam yang diformat dengan kultur patriarkis dan wanita dianggap tidak lebih berharga dari sekedar suatu komoditi.
Islam lahir dengan suatu konsepsi hubungan manusia yang berlandaskan keadilan atas kedudukan pria dan wanita. Keadilan menurut Islam adalah terpenuhinya hak bagi yang memiliki secara sah, sebaliknya bagi pihak lain (lawan arah) adalah kewajiban. Oleh karena itu, bagi yang lebih banyak memenuhi kewajiban atau pemikul kewajiban yang lebih besar, dialah yang memiliki hak lebih dibanding yang lain sehingga tidak ada yang dapat dikatakan lebih berbobot antara hak dan kewajibannya, tetapi seimbang dan sejajar. Kesejajaran hak dan kewajiban pria dan wanita tidak didengungkan oleh Barat; yang diserukan adalah persamaan hak. Kesejajaran dalam hak dan kewajiban antara suami istri sebagaimana digambarkan oleh Nabi bahwa hak istri merupakan kewajiban suami dan sebaliknya hak suami merupakan kewajiban istri. Karena itu suami istri sama-sama memakai pakaian, merasakan kenikmatan makanan, tidak saling berlaku kasar menjelekkan/merendahkan dan tidak akan meninggalkan tanggung jawab masing-masing.

Tidak ada komentar:

SentraClix